Salah satu program KBIH Bina Umat adalah mengajak ziarah ke Jabal Nur / Gua Hira yang dilakukan setelah jamaah selesai melakukan rangkaian ibadah haji. Tinggal Thawaf Wada' saja yang belum dilakukan. Seperti kita ketahui, tempat itu adalah tempat dimana Al Quran turun diwahyukan pertama kali ke dunia. Surat Al Alaq ayat 1-5 dibawa oleh Jibril untuk disampaikan kepada Rasulullah yang pada tanggal 17 Ramadhan itu sedang menyendiri di Gua Hira.
Dengan menggunakan bis carteran kami berangkat jam 03:30 pagi menuju Jabal Nur kurang lebih 30 menit perjalanan dari Hotel Kiswah Tower Jarwal. Gunung itu sudah ada jalur tangga seadanya yang dibikin dari semen oleh penduduk. Pemerintah KSA memang terkesan tidak ingin tempat ini diperbagus karena takut haji melakukan syirik dengan mengambil tanah, batu dls. Maka dari itu ada kantor khusus Kementrian Haji dan Umroh KSA, yang memasang peringatan mengenai hal ini. Tanjakan lumayan terjal. Membutuhkan waktu 45 menit sampai 1 jam untuk bisa sampai di puncak gunung. Jamaah biasanya sudah ambil wudhu dan kemudian di atas ambil tempat untuk sholat Shubuh di puncak. Dari atas puncak, dalam kondisi masih gelap gulita, kita bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, termasuk ke arah Kabah yang ditandai dengan terlihatnya jam besar dengan lafadz Allah di Zam2tower.
Sayangnya ya itu tadi. Karena kurang perhatian pemerintah, tempat ini jadi kotor karena jamaah yang berziarah ke tempat ini seenaknya saja membuang sampah karena tidak ada tempat sampah yang disediakan.
Jujur, saya sangat setuju untuk tidak menjadikan tempat ini tempat yang disakralkan, dikultuskan apalagi sampai jamaah terjebak melakukan syirik atau bid'ah di tempat ini. Tapi jika pemerintah setempat memberlakukan sistem tanda masuk yang mengharuskan penziarah merogoh dompet untuk membayar beberapa riyal, saya juga sangat setuju. Setidaknya itu berarti jaminan fasilitas anak tangga yang lebih baik, pegangan tangga untuk keselamatan, tempat sholat dan wudhu yang lebih baik dan tersebar, tempat sampah tersedia dimana-mana, dan tempat itu juga lebih bersih. Oiya satu lagi, dengan pemberlakuan sistem karcis dan hanya dijual sebelum hari ziarah, penziarah bisa lebih nyaman untuk naik dan turun gunung karena bagaimanapun pembatasan penziarah menjadi penting supaya jalur naik dan turun gunung yang jadi 1 lintasan itu tidak terlalu penuh sesak oleh penziarah. Belum lagi di beberapa tikungan ada banyak orang-orang yang minta sedekah yang otomatis membuat lintasan menjadi lebih sempit. Ada beberapa warung yang menyediakan kopi, teh, pop mie hingga berjualan tasbih. Saya sama istri tidak mencoba masuk ke Gua Hira karena penuh. Saya sempat ambil beberapa foto.