Dalam beberapa kesempatan, saya menggunakan istilah "kresek hitam" untuk mengajak mereka yang hadir memberikan sumbangan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Berapapun. Belajar ikhlas. Berikan lalu lupakan. Bukan, bukan karena sudah merasa lebih. Tapi berusaha supaya lebih pantas disebut manusia yang berserah diri dan senantiasa tunduk kepada-Nya. Saya kadang iri pada halilintar, hujan atau semua yang ada di langit dan bumi. Sebagai makhluk ciptaan Allah..mereka bisa terus2an beribadah dengan cara mereka. Dan karena tidak dikarunia pilihan untuk membangkang, mereka bisa setiap saat bertasbih mengagungkan asma Allah sebagai manifestasi ibadah mereka. Itu dijelaskan di Al Quran. Suara guruh, kepakan sayap burung adalah bahasa yang tidak diketahui manusia. Jika surga diciptakan untuk semua makhluk tanpa kecuali, mungkin mereka justru jauh berada di antrian depan surga dibandingkan manusia. Karena mereka makhluk yang berserah diri dan senantiasa tunduk kepada-Nya. Kembali ke masalah "kresek hitam". Setidaknya ini ditempatkan sebagai upaya manusia yang tidak bisa dilakukan oleh makhluk yang lain. Ikhlas dalam memberi ini yang nantinya akan dikonversikan jadi besaran amal. Juga ikhlas sebagai manusia. Dalam konteks kehidupan sosial, perannya jelas terlalu kecil jika dibandingkan dengan dana bantuan sosial, infaq, sedekah, daging korban Idul Adha atau apapun yang fungsinya sama yaitu "mengganggu" struktur ekonomi dan sosial masyarakat baik orang per orang atau kelompok yang lebih besar lagi untuk bisa memperbaiki taraf hidup dan nilai kualitas manusia. Bukan, bukan hanya buat yang menerima...yang saya maksud justru sebaliknya...buat yang melakukan. Setidaknya kita menjadi makhluk yang ikhlas dan lebih pantas disebut makhluk yang berserah diri dan senantiasa tunduk kepada-Nya. Diky Wiryawan
top of page
Search
Recent Posts
See Allbottom of page