Saya sering berdebat ngalor-ngidul dengan teman. Bisa di angkringan, di mobil selama perjalanan luar kota, atau tidak jarang di teras depan ruang kantor saya. Sama-sama gregeten sama banyaknya korupsi yang dilakukan oleh pejabat yang asalnya dari parpol. Kalau opini saya sederhana, jika penyelidikan akan substansi masalah menemukan pola atau alur yang menghubungkan aliran dana korupsi dari pejabat ke parpolnya, pilihannya cuma 2. Jangan pilih parpol itu di pemilu mendatang sebagai sangsi sosial dan bikin undang-undang yang memungkinkan partai politik mendirikan badan usaha berbentuk perusahaan terbuka yang profesional dan transparan, siap diaudit kapan saja supaya partai politik diperbolehkan mengikuti lelang-lelang pekerjaan pemerintah dengan syarat yang ketat. Sehingga pemasukan partai politik tidak hanya dari dana yang dikucurkan pemerintah dan atau sumbangan anggota termasuk uang pinangan calon pejabat yang direkomendasikan ke pemerintah saja. Melainkan ada aliran dana dari setiap laba usaha yang mereka kerjakan. Masyarakat, KPK, badan pengawasan di setiap departemen, PPATK tinggal melototin proses lelang, hasil pengumuman lelang juga evaluasi dari pekerjaan yang dilakukan. Jadi pejabat yang berasal dari parpol tidak memiliki tugas (baca : kewajiban) mengisi kas partai lagi. Pejabat itu juga bisa bekerja lebih profesional sesuai tugas dan kewajibannya, tanpa embel-embel desakan untuk korupsi atau menerima suap lagi. Mengisi kas itu hanya istilah. Bisa saja bentuknya uang bikin umbul-umbul dan baligho ketika acara partai, pemilu, pilkada atau yang lain.Â
top of page
Search
Recent Posts
See Allbottom of page