Buat saya, kreativitas seperti berdamai dengan keterbatasan. Apa yang belum ada, bisa diada-adakan, tapi bukan tanpa batas. Justru batas itulah inti permainan kreatifnya.
Batas itu bisa bermacam bentuk. Berupa perintah-Nya dan sunnah Rasul, makanya atas nama aturan itu saya tidak akan pernah memberanikan diri menggambar Tuhan, lha wong melukis nabi saja tidak berani. Termasuk tidak berani juga saya menggambar yang menunjukkan secara langsung atau tidak langsung rasa kebencian dan keinginan untuk merendahkan manusia lain.
Atau mungkin batasnya berupa aturan dan akal sehat. Gak boleh juga atas nama kreativitas saya bikin aturan trotoar buat jualan pedagang kaki lima. Apalagi kalau cuma karena pesanan pihak tertentu. Trotoar ya trotoar buat pejalan kaki. Titik. Seharusnya kreativitas dimaksimalkan untuk mencari solusi pintar dengan memperbanyak kantong-kantong taman untuk istirahat pejalan kaki setelah mereka keluar dari jalur bus angkutan umum. Lengkapi dengan fasilitas bermain, olahraga ringan, perpustakaan, pohon-pohon yang teduh juga tempat untuk pedagang kaki lima dan para UMKM hasil pendampingan korporasi besar bisa berjualan. Ajak komunitas-komunitas masyarakat berkolaborasi membuat acara positif di taman-taman itu. Hubungkan setiap detil aktivitasnya dengan startup, dari jadwal kegiatan sampai jual beli pakai aplikasi. Kalau perlu gerakkan masyarakat terdekat untuk menerjunkan Karang Taruna bikin kios swadaya berbentuk koperasi yang modern dan transparan. Beraktivitas produktif sekaligus ikut menjaga lingkungan supaya preman tidak merajalela di tempat itu. Nah kalau itu pemikiran mantan menteri baru keren dan pasti didukung masyarakat. Jangan malah pinternya dipakai untuk minteri akal sehat masyarakat dengan membolehkan PKL jualan di trotoar.