Ini adalah materi kesekian saya tentang rokok. Dan sekali lagi saya minta dipahami, bahwa menulis tentang kebiasaan merokok ini berat, sangat tidak populis. Perokok menulis tentang rokok ini seperti sudah mempersiapkan diri siap dihujat banyak orang sebagai orang yang tidak peduli kesehatan, tidak peduli lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Walaupun yang saya tulis bukan berarti ajakan saya ke semua orang untuk ikutan merokok. Bahkan saya selalu mencoba untuk bisa memberikan pandangan yang lebih obyektif dari sudut pandang orang yang merokok, sudut pandang orang yang Insya Allah suatu hari nanti akan berhenti atau mengurangi rokok, seperti saya.Â
Saya rasa tidak perlu saya jelaskan siapa nama jamaah haji yang saya pakai jadi judul tulisan. Kenapa dengan alasan etis tidak etis, saya tidak menulis lengkap namanya. Jadi bukan ke orang. Tapi lebih ke bagaimana seharusnya orang bersikap untuk mengekspresikan ketidaksukaan atau kebencian terhadap orang lain yang berbeda dengan dirinya. Apapun perbedaannya. Dan jelas kebiasaan merokok jadi contoh yang paling gampang untuk menunjukkan hal yang saya maksudkan.
Orang pembenci rokok beranggapan kami yang (masih) merokok sangat tidak peduli kesehatan dan seenaknya membabi buta mengotori udara yang seharusnya bersih. Sementara mereka tidak sadar telah membabi buta menganggap rendah perokok dengan mengungkapkan kekesalannya di muka umum itu di pinggir jalan yang udaranya sudah agak hitam penuh dengan polusi knalpot bus, bus yang antri untuk membawa mereka pergi wuquf. Apakah ini adil? Saya tidak akan mempertegas lagi perbandingan ini dengan tambahan botol minuman manis kemasan yang mereka minum dan atau permen yang selalu mereka makan sebenarnya juga berbahaya untuk kesehatan. Tapi sekali lagi, apakah ini adil?
Di dalam Quran Al Maidah ayat 2 dan Al Maidah ayat 8, jangan karena kebencian kita terhadap suatu kaum menyebabkan kita berlaku tidak adil atau bertindak melampaui batas. Disitu bahkan tegas disebutkan bahwa kebenciam muslim karena dihalang-halangi masuk Masjidil Haram, tidak kemudian membolehkan kita berlaku aniaya, berlebihan dan tidak adil terhadap mereka. Insya Allah ketika saya akhirnya sudah berhenti merokok, saya bisa terjaga untuk tetap berlaku adil kepada mereka yang masih merokok.
Seharusnya kalau mau Indonesia bebas rokok tidak cukup dengan menebar posting wa yang isinya selalu menyudutkan perokok. Bikin saja regulasinya. Tutup pabrik rokok. Siapkan industri yang bisa menampung kerja puluhan ribuan atau jutaan buruh pabrik rokok. Siapkan juga alih fungsi ratusan hektar lahan milik petani tembakau dan cengkeh. Stop rokok impor dan rokok elektrik. Siapkan juga pendapatan negara dari sektor lain yang kira-kira bisa menggantikan pajak dan cukai yang didapat dari perputaran industri rokok. Denda semua toko, warung bahkan orang yang masih merokok di jalan-jalan, di warung-warung kopi, di mall, di bandara dan stasiun, di pesantren-pesantren. Tutup juga yayasan yang bergerak di kelestarian lingkungan, pendampingan pencetak prestasi bidang olah raga, toko-toko online atau apapun yang berafiliasi dengan industri rokok. Mungkin perokok di Indonesia berangsur-angsur akan berkurang.Â