"Saya tidak sedang berkelakar. Ini serius." katanya berusaha meyakinkan.
"Tadinya saya pikir, bisa pinjam sayap sama burung...mmhh, atau malaikat deh. Tapi nanti gantian, burung dan malaikat tidak bisa kemana-mana. Tul gak?" katanya masih dengan muka serius.
Hening. Yang ditanya tentu saja tidak menjawab. Rupanya orang itu sedang asyik berbincang-bincang sendiri. Atau mungkin orang itu sudah menganggap tembok warung reyot itu jadi sahabatnya. Karena hampir tiap malam, mereka bertemu, berbincang tentang apapun sampai menjelang shubuh.
"Akhirnya saya sadar mbok, bahwa untuk sampai kemanapun yang diinginkan, manusia memang tidak diberi sayap, tapi jauh lebih hebat dari itu. Akal untuk berpikir, hati untuk berkeinginan dan tubuh dengan panca indranya untuk bekerja keras...mmhh, tambah doa deh." katanya.
"Bahkan, dengan itu semua...dimensi waktu dan jauhnya jarak bisa teratasi semua, kalau sayap dipakai terbang jauh capeklah, apalagi nembus waktu. Gak akan bisa. Tul gak?" katanya dengan muka tambah serius. Si tembok tentu saja masih diam. Tidak ada tanggapan. Malam tambah hening. Semakin dingin.
Tiba-tiba...
"Aaaaggh, tembok gak asyik nih..ngomongo mboook!!!" katanya sambil berdiri. Nampaknya dia mulai marah.
"Huuuuh dasar, tembok gilaaa!! Diajak ngobrol malah meneng wae..." kata orang itu mengumpat.
Akhirnya orang gila itu pergi. Malampun semakin hening dan dingin.
Diky Wiryawan.