Hampir bisa dipastikan, bagaimana keadaan di dalam sana. Di satu pihak, beberapa staf dan seorang team coordinator pasti mendominasi pembicaraan dengan nada jengkel kalau tidak bisa dianggap marah. Sedangkan di lain pihak, akan kehabisan kata-kata tepat setelah argumentasi mereka bisa dipatahkan dengan sempurna oleh bukti-bukti yang tidak berpihak pada kenyataan. Ya sore itu, memang ada 2 rekan event crew yang 'terpaksa' dipanggil karena indikasi kecurangan yang mereka lakukan saat jalan event. Mungkin bagi sebagian orang, kata 'kecurangan' dianggap terlalu ekstrem, tapi tidak buat mereka yang merasa dibohongi, termasuk saya.
Ada wejangan jawa yang sederhana tetapi maknanya sangatlah dalam. Bunyinya "Sing angel ojo digampangke, sing gampang ojo diangelke". Artinya kurang lebih mungkin seperti ini...dalam hidup ini kita harus bisa menempatkan semua persoalan sesuai proporsinya, tidak menganggap remeh tetapi juga jangan terlalu merasa terbebani. Jika sebuah pekerjaan, apapun bentuknya bisa selalu dikorelasikan dengan besarnya tanggung jawab maka seharusnya tidak ada alasan untuk 'nggampangke' pekerjaan. Jika 2 kru tadi terlalu menganggap remeh pekerjaan flyering / mobile selling yang baru saja mereka lakukan, kenapa mereka harus berdalih dengan alasan terbebani dengan target peserta kompetisi yang juga jadi salah satu tanggung jawab mereka? Indikasinya sangat jelas. Hasil penjualan yang sangat rendah, jumlah venue yang didatangi sangat sedikit, waktu efektif kerja-pun tidak maksimal karena mereka hanya menggunakan 3-4 jam per hari dari 6 jam waktu kerja yang seharusnya. Urusan menjadi semakin membuat saya berpikir lebih dalam jika dikaitkan dengan ketidakmampuan sistem kontrol kinerja teamdan crew dalam penyelenggaraan event di perusahaan yang saya pimpin ini. Sangat disayangkan jika memang hanya melahirkan crew bermental penjilat, yang hanya bekerja dengan baik jika dilihat oleh team coordinator atau supervisor-nya saja. Ini yang terus terang saya takutkan dan harus senantiasa diupayakan langkah untuk memperbaikinya. Huuuffftt....
Yang perlu diperhatikan bahwa "proses" dan "hasil akhir" itu sama-sama pentingnya. Ketika hasil penjualan yang rendah itu merupakan hasil dari proses kerja keras yang maksimal, ditambah langkah-langkah di luar kebiasaan yang memang dilakukan untuk menambah hasil, dengan tidak melupakan koordinasi dan komunikasi berjenjang bahkan hingga ke meja direksi...maka setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat di pekerjaan itu bisa tetap merasa bangga meski dengan pencapaian yang rendah itu. Tapi ketika pencapaian rendah itu dihasilkan dari usaha yang tidak maksimal bahkan diindikasikan adanya perbuatan tidak jujur / koruptif yang berlindung di balik alasan kurangnya inisiatif atau terbebani pekerjaan yang lain, maka sudah sewajarnya jika saya pun merasa dibohongi.
Hingga saat ini setidaknya ada 3 orang crew yang meninggalkan jejak akhir yang buram di Sembilan Communication. Begitu saya menyebutnya. 3 foto crew itu saya tampilkan di bawah. Mereka adalah Arkhy Theofilius Latukarlutu, Marita Purnama Setyati dan Afandi Iman Santoso. Hingga tulisan ini dibuat, mereka tidak ada itikad baik untuk menampakkan diri dan menyelesaikan permasalahan yang mereka buat. Beberapa dari mereka belum menyelesaikan laporan keuangan operasional event yang dipercayakan pada mereka dari perusahaan. Yang lain terpeleset pinjaman uang ke crew lain dengan 'meminjam' nama perusahaan. Jumlahnya jelas tidak banyak jika dibandingkan dengan nama baik mereka sendiri yang akhirnya tercoreng. Sayang sekali. Sudah pasti saya tidak ingin ada kejadian yang akhirnya menambah panjang list crew yang bermasalah tadi. Termasuk 2 orang crew yang saya singgung di awal.
Selalu banyak pilihan yang hadir melintas di otak kita, tugas kita adalah pilih yang terbaik bahkan dari pilihan-pilihan buruk sekalipun. Saya tidak pernah bilang kalau mereka tidak bisa kerja, hanya pilihan yang mereka ambil salah. Lalu untuk apa berlama-lama dengan mereka? Semakin cepat mereka mengambil pilihan yang salah, semakin cepat juga saya akan mengambil pilihan yang saya anggap paling benar yaitu menyelesaikan masalah yang mereka buat dan tidak lagi bekerja bersama-sama mereka.
Tulisan ini dibuat bukan untuk memperkeruh masalah, apalagi bertendensi menjelek-jelekkan orang lain (yang sudah jelek). Toh, sebenarnya perbuatan mereka sendirilah yang memburamkam jejak mereka. Bukan tulisan ini. Perusahaan lain mungkin menganggap ini hal tabu untuk diceritakan, apalagi dibaca oleh client, tapi saya lebih memilih untuk menulisnya...hanya dengan satu harapan tidak ada lagi yang salah pilih, tidak ada lagi jejak akhir yang buram.
DIKY WIRYAWAN